Langsung ke konten utama

PENYULUH AGAMA SEBAGAI AGEN MODERASI

 

PERAN PENYULUH AGAMA SEBAGAI AGEN MODERASI DALAM BINGKAI TOLERANSI DI TENGAH KERAGAMAN BANGSA INDONESIA

Oleh : Ani Muzayaroh, S Ag

 

I. PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah negara multietnis , terdri dari banyak pulau, ragam budaya dan bahasa, berbagai suku dan adat istiadatnya, bahkan agama yang dianut oleh masyarakatnya, sehingga perbedaan pandangan dan kepentingan merupakan hal yang biasa terjadi termasuk di dalamnya pemahaman agama bagi pemeluknya. Dalam hal ini negara memiliki peran penting untuk menjamin kebebasan dan keamanan bagi masyarakat untuk memeluk dan menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2.

Dalam masyarakat multikultural, interaksi sesama manusia cukup tinggi intensitasnya, sehingga kemampuan sosial warga masyarakat dalam berinteraksi antar manusia perlu dimiliki setiap anggota masyarakat. Kemampuan tersebut menurut Curtis, mencakup tiga wilayah, yaitu : affiliation (kerja sama), cooperation and resolution conflict (kerjasama dan penyelesaian konflik), kindness, care and affection/ emphatic skill (keramahan, perhatian, dan kasih sayang).[1]

Kemampuan sosial warga msyarakat yang demikian itulah yang disebut dengan perilaku moderat. Secara bahasa,moderat atau moderasi berasal dari bahasa Inggris moderation yang memiliki arti sikap sedang, sikap tidak berlebihan-lebihan[2] Sementara dalam bahasa Arabnya, kata moderasi sering diungkapkan dengan kata wasatiyyah. Kata al-wasatiyyah merupakan nisbah dari kata al-wast (dengan huruf sin yang di sukun) dan al-wasat (dengan huruf sin yang di fathahkan) yang keduanya merupakan bentuk masdar (infinite) dari kata kerja al-wasat[3] dengan demikian Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal). Istilah moderasi beragama memang baru digaungkan di Indonesia, namun ide dan semangat moderasi beragama itu sudah tumbuh dan tertanam sejak lama dalam kehidupan masyarakat Indonesia sampai dengan saat ini. 

Dengan demikian hasil dari dekatnya interaksi masyarakat yang moderat ditengah kehidupan multikultural akan memunculkan sikap toleransi yang tinggi. Dalam hal ini Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Setiap orang mestinya diberikan kebebasan untuk meyakini serta memeluk agama (mempunyai akidah) yang dipilihnya sendiri dan mendapatkan penghormatan dalam pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut ataupun diyakininya..[4]

Dalam kehidupan sosial beragama, manusia tdak bisa menafikan adanya pergaulan, baik dengan kelompoknya sendiri atau dengan kelompok lain yang kadang berbeda agama atau keyakinan, dengan fakta demikian sudah seharusnya umat beragama berusaha untuk saling memunculkan kedamaian, ketentraman dalam bingkai toleransi sehingga kestabilan sosial dan gesekan-gesekan ideologi antar umat berbeda agama tidak akan terjadi.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini munculnya konflik dan gesekan-gesekan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia khususnya dalam kasus perbedaan pemahaman agama bukannya semakin berkurang akan tetapi intensitasnya justru semakin meningkat, hal ini ditengarai dengan semakin luasnya masyarakat dalam mengakses kajian-kajian keagamaan tidak hanya secara offline namun juga secara online melalui berbagai media sosial namun tidak dimbangi dengan sikap penerimaan dan pengamalan ajaran agama secara bijak, sehingga bertambahnya pemahaman ilmu agama bukan berimbas pada semakin baiknya akhlak dalam pengamalan namun malah sebaliknya, bertambahnya ilmu agamanya justru memunculkan sikap ekstrem dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan dirinya.

Berbanding lurus dengan banyaknya muncul pemahaman sebagian masyarakat yang memiliki sikap liberal, acuh tak acuh dengan ilmu agama, sehingga memunculkan sikap permissive atau juga toleransi yang kebablasan dengan dalih kebebasan. Sehingga batas-batas dalam ajaran agama seringkali diterjang dan dilanggar. Sikap ini muncul akibat gaya hidup materialistis dan hedonis yang semakin luas menjangkiti pola pikir masyarakat bangsa ini.

Sejatinya  keadaan bangsa Indonesia saat ini dan sebagai negara multicultural  masih banyak menyisakan problem keharmonisan baik intern maupun antar ummat beragama, yang tentunya mengharuskan peran dari negara  dan tokoh agama, tokoh masyarakat ,para penyuluh agama untuk andil secara lebih maksimal dengan sikap adil sebagai penengah dalam menyelesaikan kasus konflik antar ummat beragama, kita semua tentu berharap agar bangsa Indonesia tetap dalam keharmonisan dan rajutan toleransi baik antar maupun intern ummat beragama tidak terkoyak yang justru akan merusak iklim demokrasi yang selama ini terjalin secara baik dan kondusif.

B.PERMASALAHAN

Dalam pembahasan makalah ini difokuskan pada bagaimana ide dan semangat moderasi beragama yang sedang digaungkan di Indonesia bisa membumi ditengah masyarakat bangsa Indonesia ini sekaligus membahas peran tokoh agama atau penyuluh agama dalam mewujudkan sekaligus merajut dan mengharmoniskan toleransi di tengah keragaman bangsa Indonesia yang multikultural  dan majemuk.

C.TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.     Untuk memahami ide dan semangat moderasi beragama diharapkan menjadi pola pikir bangsa Indonesia sehingga  dapat menciptakan jalinan toleransi yang saat ini mulai terkoyak ditengah keragaman masyarakat Indonesia.     

2.    Untuk melihat bagaimana peran tokoh agama dan penyuluh Agama dalam ikut berperan aktif dalam menjalankan sikap moderat dalam bingkai toleransi beragama di tengah keragaman bangsa Indonesia.

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah tersedianya kajian-kajian ilmiah mengenai ide dan semangat moderasi agar menjadi pola pikir masyarakat Indonesia dalam upaya menciptakan toleransi beragama di tengah kemajemukan dan keberagaman Indonesia.

D.METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Ada empat ciri penelitian kepustakaan, yaitu: 1) penelitian berhadapan langsung dengan teks (naskah) atau data angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata(eye witness) berupa kejadian, orang atau benda lainnya, 2) data pustaka bersifat siap pakai (ready mode), 3) data perpustakaan umumnya sumber sekunder dan 4) data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu karena ia sudah merupakan data “mati” yang tersimpan dalam rekaman tertulis. Maka dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan.

E.KERANGKA TEORI

a. Moderasi beragama

Moderasi adalah jalan pertengahan, dan ini sesuai dengan ajaran Islam, sesuai dengan fitrah manusia. Maka umat Islam disebut ummatan wasaṭan, umat pertenghan. Umat yang serasi dan seimbang karena mampu memadukan dua kutub agama terdahulu, yaitu Yahudi yang terlalu membumi dan Nasrani yang terlalu melangit[5]

Sedangkan Moderasi Beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi dengan moderasi beragama seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat[6]

Moderasi merupakan sebuah istilah yang cukup akrab baik dikalangan internal umat Islam maupun eksternal non Muslim. Moderasi dipahami berbeda-beda oleh banyak orang tergantung siapa dan dalam konteks apa ia didekati dandipahami.[7]

Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Moderasi Beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang mengambil posisi ditengah-tengah. Selain itu selalu bertindak adil seimbang.

b.Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai, menerima, serta menghormati keragaman budaya dan perbedaan berekspresi. Alqur‟an merupakan kitab suci yang secara nyata memberikan perhatian terhadap toleransi. Hal tersebut dapat ditemukan dalam ratusan ayat alquran yang mendorong toleransi serta menolak intoleransi[8]

Toleransi beragama memiliki arti sikap lapang dada seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan Ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing. Toleransi merupakan suatu perbuatan yang melarang diskriminasi terhadap kelompok atau golongan yang berbeda. Toleransi ini biasanya terlihat jelas pada Agama (keyakinan). Sikap toleransi yang tumbuh dari masing-masing individu dapat memberikan nilai tersendri apabila terjun langsung ke masyarakat.[9]

Adapun pengertian  toleransi antar umat beragama dalam konteks Indonesia penulis merujuk pada konsep pluralisme agama Mukti Ali yaitu pripsip “Agree In Disagreement” (setuju dalam perbedaan ) . A. Mukti Ali merupakan orang yang berperan penting dalam mempromosikan, memperkuat, dan melaksanakan dialog antaragama, toleransi, dan harmoni. Dalam usaha menciptakan kondisi kerukunan hidup beragama, Mukti Ali mengusulkan prinsip „setuju dalam ketidaksetujuan‟ (agree in disagreement) atau sepakat dalam perbedaan untuk membangun dan memperkuat dialog, toleransi, dan harmoni antara orang-orang dari budaya, tradisi, dan agama yang berbeda. „Setuju dalam ketidaksetujuan‟ ini merupakan pendekatan yang memungkinkan masingmasing komunitas agama bebas untuk percaya dan mempraktekkan agama sendiri. Pada saat yang sama, penganut agama tidak mengganggu urusan internal agama-agama lain. Setiap umat beragama harus saling menghormati dan dengan demikian mentolerir yang lain sehingga toleransi dan harmoni antara orang-orang dari budaya dan agama yang berbeda dapat diperkuat dan dipertahankan[10]

c. Penyuluh Agama

Penyuluh agama adalah ASN yang mengemban tugas dan tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama (SKB Menteri: Nomor 574/1999 dan Nomor 178/1999)

Fungsi Penyuluh Agama Islam1) Fungsi Informatif dan Edukatif Penyuluh Agama Islam memposisikan dirinya aebagai da’i yang berkewajiban mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai denga tuntutan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.2) Fungsi Konsultatif Penyuluh Agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan-persoalan pribadi, keluarga atau persoalaqn maasyarakat secara umum.3) Fungsi Advokatif Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak, sekaligus mampu menjadi mediator bagi masyarakat yang berkonflik.

Penyuluh agama sebagai ujung tombak Kementerian Agama dalam pelaksanaan tugas membimbing umat dan mengembangkan visi dan misi Kementerian Agama yaitu terwujudnya masyarakat indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, sejahtera lahir batin. Dan sebagai corong pemerintah maka penyuluh agama harus menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat dalam Bahasa agama, dalam hal ini kementerian Agama sedang terus menerus mensosialisasikan tentang program moderasi beragama agar menjadi ide dan gagasan yang membumi ditengah meningkatnya intensitas konflik beragama di Indonesia agar toleransi dan harmonisasi tetap menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dengan demikian peran aktif penyuluh agama harus dioptimalkan secara maksimal dalam menyampaikan pentingnya memahamkan kepada masyarakat tentang moderasi dalam pemikiran, dan perbuatan sehingga akan menghasilakan sikap toleransi beragama ditengah keberagaman masyarakat Indonesia.

II.PEMBAHASAN

A.KAJIAN KONSEPTUAL MODERASI BERAGAMA

                    Pemahaman tentang Moderasi beragama adalah merupakan keseimbangan sikap dalam beragama, dimana terdapat penghormatan yang baik terhadap keyakinan praktik beragama dan keyakinan orang lain yang berbeda (inklusif) sekaligus sikap yang seimbang pula dalam meyakini pengamalan dan praktik agamanya sendiri (ekslusif), sehingga bersikap ekstrem, fanatik, berlebihan dan revolusioner dalam beragama akan terhindarkan apabila  jalan tengah dan keseimbangan dalam  beragama dipraktekkan oleh semua ummat beragama.

Dengan demikian kunci bagi terciptanya kerukunan dan toleransi yang kondusif, antara ummat beragama, baik pada masyarakat, negara, maupun dunia pada umumnya adalah dengan moderasi beragama. Karena kunci keseimbangan dalam rangka menciptakan perdamaian dan terpeliharanya peradaban adalah dengan  pilihan untuk bersikap moderat sekaligus penolakan terhadap sikap ekstrem dan liberal dalam beragama. Dari sikap moderat inilah diharapkan setiap ummat beragama mampu menerima perbedaan dengan menunjukkan rasa hormat, terhadap orang lain yang berbeda, sehingga tercipta kehidupan yang rukun, damai, penuh harmoni  dalam masyarakat yang multikultural, yang dalam konteks negaraIndonesia  moderasi beragama  bisa jadi merupakan sebuah keharusan bukan hanya sebagai sebuah pilihan semata.[11]

Adapun prinsip dasar dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang. adil dan berimbang sebagai  inti dari moderasi beragama  adalah dalam cara pandang, bersikap serta praktek dari setiap konsep yang berpasangan tadi.

 Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata adil adalah  : 1) tidak berat sebelah/tidak memihak, 2) berpihak kepada kebenaran, dan 3) sepatutnya/ tidak sewenang-wenang. Kata wasit yang merujuk pada seseorang yang memimpin sebuah pertandingan, dapat dimaknai dalam pengertian ini, yakni seseorang yang tidak berat sebelah, melainkan lebih berpihak pada kebenaran.

          Kedua adalah prinsip berimbang, merupakan sebuah istilah mengenai gambaran tentang komitmen, cara pandang dan sikap  untuk selalu berpihak pada, kebenaran, keadilan, kemanusiaan, dan persamaan. Cenderung dalam sikap yang seimbang tidak dalam arti  plin-plan atau tidak memiliki prinsip, akan tetapi sikap seimbang yang dimaksudkan adalah mampu bersikap tegas (tidak keras), adil, dan berpihak kepada kebenaran, sehingga hak orang lain tidak terampas dan tidak mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Sehingga cara pandang dan sikap untuk bertindak secukupnya, tidak  kurang sekaligus tidak berlebih-lebihan, tidak konservatif  juga tidak liberal inilah yang dimaksud dengan keseimbangan.

Menurut  Mohammad Hasyim Kamali, dalam konsep moderasi beragama (wasathiyah),  bahwa prinsip adil (justice)  dan seimbang (balance) mengandung arti  bahwa seseorang tidak boleh memiliki pandangan yang terlalu ekstrem dalam beragama,  namun  senantiasa menemukan jalan keluar, atau selalu mencari titik temu dalam setiap persoalan,  wasathiyah  menurut   Kamali merupakan esensi dalam ajaran Islam, dan sebagai  aspek penting yang sering dilupakan oleh ummat Islam.[12]

                      Setidaknya ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar kedua nilai yang merupakan prinsip moderasi beragama yakni adil dan berimbang lebih mudah terbentuk dalam masyarakat yaitu : bahwa seseorang harus memiliki sikap bijaksana (wisdom),  tulus (purity) sekaligus berani (courge), sikap moderat dalam beragama dengan kata lain adalah selalu  berada di tengah, dan sikap ini akan lebih mudah terealisasikan apabila seseorang sekaligus juga memiliki pengetahuan agama yang luas dan memadai, sehingga mampu bersikap bijak, tidak egois, tulus serta tahan godaan dengan tidak hanya mengakui tafsir kebenarannya sendiri akan tetapi juga mengakui dan menghormati tafsir kebenaran orang lain sehingga dalam menyampaikan ilmu dan pendapatnya dilandasi dengan ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan.

         Diskursus mengenai moderasi beragama atau washatiyah termasuk sering dijadikan sebagai bahan diskusi di Indonesia yang dalam penjabarannya disebutkan menjadi tiga pilar moderasi yakni moderasi dalam pemikiran, modersai dalam perbuatan, dan moderasi dalam gerakan.

                      Pilar yang pertama : moderasi dalam pemikiran keagamaan maksudnya adalah pemikiran keagamaan yang tidak hanya bertumpu pada teks-teks keagamaan dan memaksakan penundukan realitas dan kontek baru pada teks, akan tetapi mampu mendialogkan keduanya secara dinamis,maka orang yang memiliki pemikiran  moderat antara lain ditandai dengan kemampuan untuk memadukan antara teks dan konteks, sehingga pemikiran kegamaan seorang yang moderat tidak semata tekstual, akan tetapi pada saat yang sama juga tidak akan terlalu bebas dan mengabaikan teks.

            Pilar kedua : moderasi dalam bentuk gerakan, maksudnya adalah bahwa dalam melakukan dakwah atau  gerakan penyebaran agama dengan tujuan amar makruf nahi munkar atau  untuk mengajak pada kebaikan dan menjauhkan diri dari kemunkaran, maka ajakan tersebut harus dilandasi pada prinsip melakukan perbaikan, dan dengan cara yang baik pula, bukan sebaliknya, mencegah kemunkaran dengan cara melakukan kemunkaran baru berupa kekerasan.

Pilar ketiga : moderasi dalam tradisi dan praktek keagamaan maksudnya adalah penguatan relasi antara agama dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat. Kehadiran agama tidak dihadapkan secara diametral dengan budaya, keduanya saling terbuka membangun dialog menghasilkan kebudayaan baru.[13]

B.KONSEP TOLERANSI BERAGAMA DI TENGAH KERAGAMAN BANGSA INDONESIA

Dalam percakapan sehari-hari kita sering mendengarkan kata toleransi. Disamping kata toleransi juga terdapat kata tolerer, Kata ini berasal dari bahasa Belanda berarti membolehkan, membiarkan; dengan pengertian membolehkan atau membiarkan yang pada prinsipnya tidak perlu terjadi. Jadi toleransi mengandung konsesi. Konsesi ialah pemberian yang hanya didasarkan kepada kemurahan dan kebaikan hati, dan bukan didasarkan kepada hak. Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain itu tanpa .[14]

Muhammad Ali menjelaskan, toleransi merupakan suatu sikap keberagaman yang terletak antara dua titik ekstrim sikap keberagaman, yaitu eksklusif dan pluralis. Pada titik yang eksklusif: menutup diri dari (seluruh atau sebagian) kebenaran pada yang lain. Ada yang bersikap toleran: membiarkan yang lain, namun masih secara pasif, tanpa kehendak memahami, dan tanpa keterlibatan aktif untuk bekerja sama. Bersikap toleran sangat dekat dengan sikap selanjutnya yaitu pada titik pluralis. Yakni sikap meyakini kebenaran diri sendiri, sambil berusaha memahami, menghargai, dan menerima kemungkinan kebenaran yang lain, serta lebih jauh lagi, siap bekerja sama secara aktif di tengah perbedaan itu.[15]

Kajian konseptual mengenai toleransi tentu sangat tepat diterapkan bangsa Indonesia, sebagai negara yang berkeragaman dan majemuk. Keragaman merupakan warisan yang sangat berharga, dalam berbagai bentuk keragaman yang menjadi ciri khas dan keunikan identitas yang dapat memberikan manfaat positif bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Indonesia.

Adapun bentuk keragaman bangsa Indonesia di antaranya adalah :

1.Keberagaman beragama

Perlu diketahui, Indonesia termasuk negara beragama. Setidaknya hingga saat ini ada enam agama di Indonesia yang diakui dan sah secara hukum dianut atau dipeluk oleh masyarakat.

Keenam agama yang sah dan resmi, yaitu Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

3.    Keragaman adat istiadat.

Keberagaman masyarakat di Indonesia membentuk adat istiadat. Terdapat berbagai jenis adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Misalnya dalam hal aturan mengenai konsensus dan kesepakatan dalam menjalankan nilai dan norma di masyarakat.

Hal ini sudah diberikan secara turun temurun pada setiap generasi atau garis keturunan yang ada di dalam setiap masyarakat. Adat istiadat ini juga berupa tata kelakuan, kesopanan, kesusilaan, yang mana sudah dilakukan secara turun temurun pada setiap generasi.

4.Keragaman suku.

Warisan sejarah yang dimiliki bangsa Indonesia dalam keragaman suku memang menjadi keunikan tersendiri. Bahkan berbagai suku yang ada telah memberikan keistimewaan akan keberadaan Indonesia di mata dunia.

5.Keragaman budaya.

Kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat menjadi bentuk keberagaman yang tidak bisa dihindari.

Mulai dari kebudayaan dalam bidang kesenian tari, lukisan, rumah adat, lagu daerah, cerita rakyat/drama, pakaian adat, tradisi maupun upacara yang dimiliki setiap masyarakat.

6.Keragaman ras.

Ras adalah sebagai cara untuk melakukan pengkategorian pada manusia, mulai dari ciri-ciri fisik tertentu yang berbeda-beda, seperti rambut, kulit, dan lainnya. Dalam KBBI, ras merupakan golongan bangsa yang berdasarkan pada ciri-ciri fisik.

7.Keragaman golongan dan kelompok etnis.

Keberagaman selanjutnya yang tak bisa dielakkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yaitu perihal adanya golongan dan atau kelompok etnis.

8.Keragaman kepentingan dan politik.

Berbagai keberagaman di dalam masyarakat tidak hanya menyangkut budaya, ras, suku, namun ada juga keberagaman dalam bentuk Politik, Ekonomi, Pasar atau perdagangan.

Yang dimiliki setiap masyarakat dalam kehidupannya sehari hari. Berbagai perspektif yang ada inilah bentuk keragaman masyarakat di Indonesia. Ada pula keragaman kepentingan juga politik ikut mewarnai betapa beragamnya Indonesia dalam berbagai sisi.

9.Keragaman Bahasa daerah.

Keberagaman yang lain adalah dalam penggunaan bahasa daerah yang berbeda-beda pada setiap kelompok masyarakatnya.

Dari  macam-macam bentuk keberagaman Indonesia maka semangat toleransi tentu harus mengakar kuat dalam benak setiap anak bangsa, agar tercipta keharmonisan dan ketentraman. Namun demikian fokus bahasan dari tulisan ini maka keberagaman dalam hal keyakinan dan agama yang akan menjadi pondasi yang kokoh dalam menjaga kerukunan ummat dan masyarakat Indonesia.

Sebagai pondasi yang kokoh maka toleransi umat beragama merupakan pondasi dasar dalam segala aspek kehidupan yang plural ini, termasuk dalam hal kemajuan suatu bangsa dari segi sumber daya manusianya maupun pembangunan untuk kemaslahatan. Dan kerukunan adalah dambaan serta harapan semua orang, sehingga setiap orang bisa melaksanakan hak dan kewajibannya dengan aman dan suka cita tanpa ada kekhawatiran yang menyelimuti.

Dan toleransi ummat beragama ini memiliki banyak manfaat bagi keberlangsungan bangsa

Menurut Jirhanuddin Adapun manfaat toleransi umat beragama antara lain yaitu:

1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan keberagaman masing- masing agama. Masing-masing penganut agama dengan adanya kenyataan agama lain, akan semakin mendorong menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran-ajaran agamanya serta semakin berusaha untuk mengamalkannya. Maka dengan demikian keimanan dan keberagamaan masing-masing penganut agama akan dapat lebih meningkat lagi. Hal ini semacam persaingan yang positif yang perlu dikembangkan dan ditanamkan pada tiap-tiap umat beragama.

2. Menciptakan stabilitas nasional yang mantap. Dengan terwujudnya kerukunan hidup antar umat Bergama, secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan akibat perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat dihindari. Ketertiban dan keamanan nasional akan terjamin, sehingga mewujudkan stabilitas nasional yang mantap.

3. Menunjang dan mensukseskan pembangunan. Dari tahun ke tahun pemerintah senantiasa berusaha untuk mensukseskan pembangunan dari segala bidang, namun apabila umat beragama selalu bertikai dan saling mencurigai satu sama lain, maka hal itu akan menghambat usaha pembangunan itu sendiri. Dan salah satu usaha agar kemakmuran dan pembangunan di segala bidang selalu berjalan dengan baik, sukses dan berhasil diperlukan toleransi antar umat beragama sehingga terciptanya masyarakat yang rukun.

4. Terciptanya suasana yang damai dalam bermasyarakat. Ketika antar sesama manusia bisa hidup harmonis dalam bingkai kerukunan tanpa ada pembedaan yang menyakiti atau menindas pihak lain, maka yang tercipta adalah suasana damai dalam masyarakat. Kedamaian juga merupakan tujuan dari hidup bermasyarakat, kebersamaan dan toleransi antar umat beragama menjadi kunci perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Memelihara dan mempererat rasa persaudaraan dan silaturahim antar umat beragama. Memelihara dan mempererat persaudaraan sesama umat manusia atau dalam bahasa agama Ukhuwah Insaaniyah sangat diperlukan bagi bangsa yang majemuk atau plural kehidupan keberagamaannya. Dengan toleransi umat beragama, maka Ukhuwah Insaaniyah tersebut akan melekat dan percekcokan atau perselisihan akan bisa teratasi.

6. Menciptakan rasa aman bagi agama-agama minoritas dalam melaksanakan ibadahnya masing-masing. Rasa aman bagi umat beragama dalam melaksanakan peribadatan dan ritual keyakinan yang dianutnya merupakan harapan hakiki dari semua pemeluk agama. Dan salah satu manfaat terciptanya toleransi umat beragama adalah menjamin itu semua, tidak memandang umat mayoritas maupun umat minoritas. Toleransi umat umat beragama menjadi pengingat bahwasanya dalam beragama tidak ada unsur keterpaksaan untuk semua golongan.

7. Meminimalisir konflik yang terjadi yang mengatas namakan agama. Konflik merupakan suatu keniscayaan yang mengiringi kehidupan manusia, selama ada kehidupan potensi konflik akan selalu ada. Konflik disebabkan dari berbagai sumber, termasuk juga dalam hal keagamaan. Konflik yang mengatasnamakan agama menjadi sangat sensitif bahkan sangat berbahaya bagi masyarakat, karena melibatkan sisi terdalam manusia. Akan tetapi, apabila setiap  pemeluk agama bisa saling menghormati dan saling toleran hal ini akan bisa meminimalisir terjadinya konflik atas nama agama.[16]

C.PENYULUH AGAMA SEBAGAI AGEN MODERASI DAN MERAJUT TOLERANSI

            Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa penyuluh agama  adalah ASN yang mengemban tugas dan tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama (SKB Menteri: Nomor 574/1999 dan Nomor 178/1999)

Sedangkan moderasi beragama merupakan salah satu program yang telah dicanangkan oleh kementerian agama tentu harus terus menerus di sosialisasikan dalam masyarakat dalam hal ini adalah merupakan tugas dari para penyuluh agama sebagai corong pemerintah dalam hal ini adalah kementerian agama.

Realisasi dari program moderasi beragama adalah bahwa  saat ini program tersebut sudah dimasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Diharapkan moderasi beragama ini  dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kebudayaan dalam memajukan sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks bernegara moderasi beragama sangat penting untuk diterapkan agar paham keagamaan yang berkembang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. Pemahaman dan pengamalan keagamaan secara esensial tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.

Optimalisasi peran para penyuluh agama sangat penting dalam menjalankan tugas dan fungsinya  di tengah problem keumatan dan kemasyarakatan yang kian kompleks. Idealnya penyuluh agama juga menguasai peta dakwah, piawai menganalisis data potensi wilayah, dan menjadi agen perubahan melalui pemberdayaan.

Mengingat bahwa hasil akhir yang ingin dicapai dari penyuluh agama, pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai dan memiliki pandangan beragama yang moderat. Dan itu, ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsistensi seraya disertai wawasan multikultur untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.

Ada tiga syarat untuk menjadi penyuluh agama. Yaitu memiliki kemampuan atau pengetahuan tentang Agama yang dianutnya, memiliki kemampuan komunikasi, dan harus ada legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Ketiga syarat ini harus dibingkai dengan kode etik kepenyuluhan yaitu penyampaikan pengajaran agama hanya kepada mereka yang seiman atau seagama, penyuluh agama lebih berpusat kepada umat beragama yang dianutnya dan tidak berkomentar tentang agama orang lain, tidak melakukan penyiaran agama dengan cara yang tidak terpuji dan yang terpenting adalah penyuluh agama tidak memprovokasi dan menyebarkan berita bohong dengan tujuan mengadu domba antar peluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya.

Sebagai agen moderasi penyuluh harus  berperan aktif dalam mengkampanyekan moderasi beragama dalam setiap kegiatan kepenyuluhannya, tidak hanya dalam materi-materi ceramahnya namun juga memiliki sikap beragama yang sedang, atau di tengah-tengah, tidak berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak menggunakan paksaan apalagi kekerasan, dan netral tidak berafiliasi dengan kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Penyuluh Agama Islam juga dituntut harus peka terhadap perkembangan zaman,dapat mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, sehingga dapat berdakwah mengikuti zamannya. Sekaligus mampu mengcounter berita-berita hoaks yang meresahkan masyarakat.

Dengan menjalankan tugas dan fungsi penyuluh yaitu Fungsi edukasi dan informasi, maka sebagai agen moderasi beragama setiap ucapan dan tindakannya harus mencerminkan karakter moderat , adil dan berimbang menghindari pembahasan-pembahasan yang bersifat khilafiyah, namun justru memberikan pemahaman dan ilmu agama yang menyatukan, memadukan ilmu agama secara konsep dan praktek secara seimbang dengan tetap memperhatikan kearifan lokal, tanpa menyalahi dari inti ajaran agama yang sebenarnya.

Fungsi konsultatif dan mediasi maka penyuluh agama harus mampu memberikan solusi dari persoalan keummatan secara adil dan seimbang. Tidak berat sebelah , memberi solusi tanpa menghakimi. Kemudian sejalan dengan Nawa Cita ke 9 ( sembilan ) penyuluh agama harus mampu memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar ummat.

Sedangkan dalam menjalankan Fungsi Advokatif Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak.dengan mengedepankan dialog dan musyawarah dalam mencari jalan tengah yang adil dan berimbang dengan berbagai pihak yang terlibat di dalamnya.

Dengan demikian penyuluh agama sebagai agen moderasi metode dakwahnya adalah dakwah moderat, bil hikmah serta  terus menerus memberikan pemahaman mengenai moderasi beragama dalam setiap aktifitas kepenyuluhannya kepada masyarakat dalam upaya untuk merawat toleransi beragama di tengah keberagaman dan kemajemukan bangsa Indonesia.

 

D.STRATEGI PENGUATAN DAN IMPLEMENTASI SERTA PENGARUSUTAMAAN MODERASI BERAGAMA

 

Terkait upaya dan strategi penguatan dan implementasi serta pengarusutamaan moderasi beragama diataranya melalui beberapa cara yaitu

1.    Pendidikan

Kementerian agama dalam rangka untuk fokus terhadap penguatan dan penajaman pemahaman keagamaan dalam upaya  menggerus paham-paham radikal maka salah satunya melalui pendidikan. Ada beberapa sektor yang menjadi sasaran yaitu : pertama melalui keluarga . Kementerian agama sebagai pemegang mandat wewenang negara dalam hal keagamaan, sekaligus pengawal Undang-undang Perkawinan No.1/1974, Kementerian Agama dituntut untuk memperkuat praktik beragama yang moderat melalui stelsel keluarga. Sadar akan pentingnya keluarga sebagai faktor utama pendidikan maka Kementerian Agama mencoba menanamkan nilai-nilai luhur melalui berbagai program pembinaan keluarga di semua lini, mulai dari penyuluhan, pembimbingan di tingkat Kantor Kementerian Agama sampai tingkat layanan KUA (Kantor Urusan Agama) kecamatan. Bahkan Kemenag mengadakan program sertifikasi pra nikah bagi para calon pengantin muda dengan materi-materi yang bukan hanya seputar pernikahan, namun juga berkaitan dengan moderasi beragama, agar calon pengantin dapat membangun keluarga yang memiliki kerangka pemahaman yang baik khususnya dalam bidang keagamaan. Kedua melalui pelatihan-pelatihan kader moderasi kepada para penyuluh agama, mubaligh-mubalighah sebagai bentuk konsistensi kemenag dalam merawat moderasi di masyarakat. Dalam hal ini Kemenag telah membuat gebrakan yakni mengadakan pelatihan kader Muballigh Tingkat Nasional Tahun 2019 lalu, yang berisikan pelatihan kepada muballigh-muballigh muda agar memiliki pemahaman keagamaan yang moderat, sehingga nantinya akan menjadi juru dakwah yang syarat akan nilai persatuan dan kesantunan, jauh dari tindakan kekerasan dan kolot, baik dalam nuansa dakwah yang akan diserukan. Materi dalam pelatihan ini antara lain ialah seputar paham keislaman, kebangsaan, dan metode dakwah. Ketiga diketahui bahwa lembaga-lembaga pendidikan lah yang mempunyai andil besar dalam mempengaruhi pola berpikir generasi muda, khususnya mahasiswa. Maka tak heran, apabila lembaga pendidikan menjadi salah satu juru gedor terdepan dalam mengkampanyekan gerakan moderasi beragama. Strategi memoderasikan Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia, khususnya Perguruan Tinggi Islam Negeri, termaktub dalam kebijakan Kemenag yakni pendirian Rumah Moderasi. Dimana setiap kampus diinstrusiksikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor B-3663.1/Dj.I/BA.02/01/2019 tertanggal 29 Oktober 2019 Tentang Edaran Rumah Moderasi Beragama, untuk mendirikan rumah moderasi tersebut guna membentengi semua elemen yang berada dalam kampus dari serangan paham radikal. Ini juga merupakan bukti nyata dari formula moderasi Kemenag.

2.    Kebijakan pemerintah sebagai  strategi budaya, dan memajukan SDM.

Pengarusutamaan moderasi beragama dipahami sebagai strategi yang di aplikasikan secara rasional dan sistematis untuk menjadikan cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang moderat sebagai perspektif dan landasan berpikir bagi setiap warga negara dalam membangun SDM (sumber Daya manusia) Indonesia.

Wacana moderat atau washatiyah dalam konteks agama Islam sudah dikenal lama dan menjadi konsumsi bersama sehingga Pemerintah Indonesia telah  merealisasikan program moderasi beragama, saat ini program tersebut sudah dimasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024, yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Diharapkan moderasi beragama ini  dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kebudayaan dalam memajukan sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks bernegara moderasi beragama sangat penting untuk diterapkan agar paham keagamaan yang berkembang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan. Pemahaman dan pengamalan keagamaan secara esensial tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam hal pendekatan budaya Keberhasilan dakwah walisongo di pulau Jawa berhasil  karena mengedepankan pendekatan budaya. Penghargaan nilai-nilai budaya lokal oleh Walisongo menjadi pintu masuk bagi Islamisasi. Akulturasi dan enkulturasi budaya dan Islam tanpa sungkan dikembangkan walisongo sehingga menarik banyak orang untuk masuk menjadi bagian dari mereka. Inilah keberhasilan yang perlu dicatat dalam sejarah. Secara tidak langsung pendekatan budaya memang dapat menjadi pintu masuk bagi pengarusutamaan moderasi beragama.

Terdapat enam opsi pilihan dalam mensukseskan program pengarusutamaan budaya untuk moderasi beragama, yakni melalui: 1) Meningkatkan literasi budaya dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. 2) memfungsikan organisasi-organisasi keagamaan sebagai agen budaya, 3) sinergitas program pembangunan sumber daya manusia pemerintah dengan organisasi-organisasi keagamaan dengan titik tekan pada literasi keagamaan dan kebudayaan sekaligus. 4) mewadahi kegiatan-kegiatan budaya dan agama dalm bentuk lembaga-lembaga permanen. 5) dilegalisasi melalui perarturan pemerintah dan atau undang-undang. 6) penerbitan buku besar-besaran terkait tema-tema budaya dan agama untuk moderasi beragama.

 

Terkait dengan Pembangunan sumber daya manusia seharusnya menjadi aspek yang sangat penting dalam proyeksi negara. Negara boleh melahirkan para teknokrat, saintis dan profesional yang ahli di bidangnya. Namun mereka akan sia-sia dan tidak memberikan konstribusi apa-apa tatkala mereka memiliki pandangan dan sikap keagamaan yang ekstrem serta ekslusif, karena hal itu justru akan memberikan dampak destruktif pada negara, salah satu contohnya dengan menyebut Negara Indonesia adalah negara thaghut, negara kafir dsb.

Oleh karena itu menurut Kemenag salah satu strategi berikutnya untuk menguatkan moderasi beragama ialah dengan mengeluarkan kebijakan, yaitu kewajiban memiliki pandangan beragama yang moderat bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan militer (TNI), baik yang sudah aktif menjabat maupun dalam proses perekrutan. Pihak-pihak tersebut dinilai memiliki kedudukan yang sentral, sebagai pengawal konstitusi terimplementasi, karena negara sudah membayar mereka dan menuntut mereka untuk menjalankan amanat konstitusi.

Implementasi moderasi beragama berikutnya dapat dilihat dari pandangan terhadap anti kekerasan atau radikalisme, yang berusaha merubah sistem sosial dan politik secara total dan instan dengan jalan kekerasan, baik verbal (perkataan) maupun non-verbal (fisik). Aspek-aspek yang telah disebutkan di atas sejatinya memiliki keterkaitan kuat dalam implementasi moderasi beragama. Dalam hal ini, aspek komitmen bernegara menjadi imunitas dalam menangkal virus intoleransi dan radikalisme atas nama agama. Jika daya tahan ideologi seseorang kuat, maka dengan mudah akan mampu menangkal pengaruh intoleransi dan paham-paham radikal. Oleh sebab itu, pentingnya menguatkan komitmen bernegara dengan memperkuat konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Misi dari moderasi beragama harus mampu menciptakan persamaan persepsi seluruh umat beragama, bahwa komitmen menjaga kesatuan Indonesia adalah bagian dari mengamalkan ajaran agama. Sebagai contoh mengamalkan ajaran agama tercermin dari sikap menunaikan kewajiban-kewajiban sebagai warga negara, agar tercapai situasi negara yang rukun, damai dan sejahtera.

 

III. PENUTUP

 

            A.KESIMPULAN

                        Dari pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut :

1.    Pemahaman tentang Moderasi beragama adalah merupakan keseimbangan sikap dalam beragama, dimana terdapat penghormatan yang baik terhadap keyakinan praktik beragama dan keyakinan orang lain yang berbeda (inklusif) sekaligus sikap yang seimbang pula dalam meyakini pengamalan dan praktik agamanya sendiri (ekslusif), sehingga bersikap ekstrem, fanatik, berlebihan dan revolusioner dalam beragama akan terhindarkan apabila  jalan tengah dan keseimbangan dalam  beragama dipraktekkan oleh semua ummat beragama.

Sedangkan pengarusutamaan moderasi beragama adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk menjadikan cara pandang sikap, dan perilaku beragama yang moderat sebagai perspektif dan landasan berfikir yang diterima bersama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

2.    Toleransi merupakan suatu sikap keberagaman yang terletak antara dua titik ekstrim sikap keberagaman, yaitu eksklusif dan pluralis. Bersikap toleran sangat dekat dengan sikap selanjutnya yaitu pada titik pluralis. Yakni sikap meyakini kebenaran diri sendiri, sambil berusaha memahami, menghargai, dan menerima kemungkinan kebenaran yang lain, serta lebih jauh lagi, siap bekerja sama secara aktif di tengah perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia.

3.    Optimalisasi peran para penyuluh agama sangat penting dalam menjalankan tugas dan fungsinya  di tengah problem keumatan dan kemasyarakatan yang kian kompleks. Dan sebagai agen moderasi penyuluh harus  berperan aktif dalam mengkampanyekan moderasi beragama dalam setiap kegiatan kepenyuluhannya, tidak hanya dalam materi-materi ceramahnya namun juga memiliki sikap beragama yang sedang, atau di tengah-tengah, tidak berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak menggunakan paksaan apalagi kekerasan, dan netral tidak berafiliasi dengan kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Penyuluh Agama Islam juga dituntut harus peka terhadap perkembangan zaman,dapat mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, sehingga dapat berdakwah mengikuti zamannya. Sekaligus mampu mengcounter berita-berita hoaks yang meresahkan masyarakat.

B. SARAN-SARAN

1. Kajian-kajian dan diskusi tentang konsep moderasi beragama sudah sangat intens dilakukan dikalangan akademisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat, namun sejatinya kelompok ini sudah masuk dalam kategori kelompok moderat, akan lebih ideal apabila kajian ataupun diskusi moderasi beragama dengan menghadirkan kelompok-kelompok yang di sinyalir memiliki paham atau ideologi yang condong kepada radikalisme/ekstrim  sehingga akan didapatkan titik temu tentang moderasi beragama ini menjadi mindset/ pola pikir setiap kelompok ataupun golongan masyarakat bangsa Indonesia.

2. Sikap toleran muncul karena terbentuknya mindset/pola pikir moderat dari masyarakat yang sudah tertanam dalam jiwanya, maka literasi masyarakat tentang toleransi seharusnya tidak hanya sampai pada dataran konsep saja, idealnya toleransi bangsa Indonesia yang sudah terlanjur terpola dari dulu  semakin dikembangkan dengan semakin banyak dibentuk adanya kampung2 toleransi atau  ruang-ruang publik yang mencerminkan toleransi dalam keberagaman bangsa Indonesia secara proporsional.

3. Penyuluh agama sebagai agen moderasi yang sekaligus garda terdepan kementerian Agama dalam memberikan pemahaman-pemaham moderasi kepada masyarakat seringkali harus berhadapan dengan konflik yang melibatkan banyak kelompok kelompok yang bertikai  bahkan adakalanya berakibat pada adanya resiko secara moril dan material sekaligus keamanan fisik, oleh karenanya idealnya penyuluh agama dilindungi tidak hanya karena adanya regulasi tapi sebuah badan hukum yang bisa melindungi dan pendampingan sebagai bentuk pembelaan para penyuluh agama dalam menjalankan peran dan fungsinya, sehingga bisa lebih maksimal dalam upaya memoderasi pola pikir masyarakat dalam bingkai toleransi beragama ditengah keberagaman dan kemajemukan bangsa Indonesia.

 

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

-Asnawi Syarbini, “Moderasi Agama Meneladani Nabi Muhammad SAW” (Banten, 2015-2020)

-Darwis Muhdina, “Kerukunan Agama Dalam Kearifan Lokal Kota Makassar’ (Makassar: Perpustakaan Nasional, 2016)

-H. A. Mukti Ali, 1996, “Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam”, (Bandung: Mizan)

-Isnan Ansory, Wasathiyyah: Membaca Pemikiran Sayyid Quthb Tentang Moderasi Islam (Jakarta: Rumah Karet Publishing, 2014),107.

-Jirhanuddin, Perbandingan Agama (Yogyakarta :Pustaka Pelajar,2010)

-John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary (Jakarta: Gramedia Pustaka,2009) Cet. 29, 384.

-Kementerian Agama RI, “ Moderasi beragama “ ( Jakarta : Balitbang dan     Diklat Kementerian Agama RI, 2019 )

-Kementerian Agama RI, “Tanya Jawab Moderasi Beragama”, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2019), cet 1, p.2-3

-Mohammad Hasyim Kamali, “ The middle Path of Moderation in Islam, The  Qur’anic Principle of wasathiyah,” (Oxford : Oxford University Press 2015 )

-M.Arif Kiswanto, https://ibtimes.id/moderasi-beragama-dalam-bingkai-toleransi diakses pada hari kamis tgl 7 Juli 22, pukul 10.00 WIB.

-Nugraha. (2008). Wawasan Multikultural. Bandung: BDK Bandung

-Pengertian toleransi beragama , 2016, http:// www.blogspot.com (diaksaes pada tanggal 11 juli 2022) pada pukul 09.00 wib.

- Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta: Ciputat Pess, 2003)

-Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Muktikulturalisme, (Jakarta: FITRAH, 2001)

-Zainuddin Muhammad dan In’am Esha, Islam Moderat (Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi), Malang: Uin Maliki Press februari 2016)

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                  

BIODATA PENULIS

 

NAMA                                        : Ani Muzayaroh, S Ag, M Pd

TTL                                             : Cilacap, 01 Maret 1973

ALAMAT                                   : Perum Griya Tamansari 2 Kembangsari     Srimartani Piyungan

JABATAN                                 : Penyuluh Agama Islam Fungsional

TEMPAT TUGAS                    : KUA Imogiri Kemenag Bantul

 



[1] Nugraha. (2008). Wawasan Multikultural. Bandung: BDK Bandung.

[2] John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary (Jakarta: Gramedia Pustaka,2009) Cet. 29, 384.

[3] Isnan Ansory, Wasathiyyah: Membaca Pemikiran Sayyid Quthb Tentang Moderasi Islam (Jakarta: Rumah Karet Publishing, 2014),107.

[4] M.Arif Kiswanto, https://ibtimes.id/moderasi-beragama-dalam-bingkai-toleransi diakses pada hari kamis tgl 7 Juli 22, pukul 10.00 WIB.

[5] Asnawi Syarbini, Moderasi Agama Meneladani Nabi Muhammad SAW, (Banten, 2015-2020),p.18-19

[6] Kementerian Agama RI, “Tanya Jawab Moderasi Beragama”, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2019), cet 1, p.2-3

[7] Zainuddin Muhammad dan In’am Esha, Islam Moderat (Konsepsi, Interpretasi, dan Aksi), Malang: Uin Maliki Press februari 2016),p.63

[8] Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Muktikulturalisme, (Jakarta: FITRAH, 2001), cet 1, h.452

[9] Pengertian toleransi beragama , 2016, http:// www.blogspot.com (diaksaes pada tanggal 11 juli 2022) pada pukul 09.00 wib.

[10] H. A. Mukti Ali, 1996, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Bandung: Mizan, Hlm. 62.

[11] Kementerian Agama RI, “ Moderasi beragama “ ( Jakarta : Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019 ) hlm, 18.

[12] Mohammad Hasyim Kamali, “ The middle Path of Moderation in Islam, The Qur’anic Principle of wasathiyah,” (Oxford : Oxford University Press 2015 ) hlm 29.

 

[13] Kementerian Agama RI, “ Moderasi beragama “ ( Jakarta : Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019 ) hlm, 28.

[14]  Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama (Jakarta: Ciputat Pess, 2003). h. 13

[15] Darwis Muhdina, Kerukunan Agama Dalam Kearifan Lokal Kota Makassar (Makassar: Perpustakaan Nasional, 2016),h.37

[16] Jirhanuddin, Perbandingan Agama (Yogyakarta :Pustaka Pelajar,2010),h.193-194

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ciri-ciri Muslim Yang Moderat

self reminder